Post by iqmalhakim on Nov 18, 2010 11:17:42 GMT -5
ADAB PARA SUFI DALAM PELAKSANAAN HAJI* OLEH UST. H. M. HAFIZ YAZID
1. Apabila mereka telah sampai miqat mereka membersihkan badan mereka dengan air (mandi untuk berihram) dan menyuci hati mereka dengan taubat.
2. Ketika mereka melepaskan pakaian untuk berihram, menanggalkan dari tubuh mereka, mengurai simpulan-simpulan pakaian (jahitan), lalu mengenakan pakaian, maka demikian juga halnya mereka menanggalkan dari hati mereka sifat iri dan dengki, mengurai simpulan-simpulan hawa nafsu dan kecintaan terhadap dunia serta tidak kembali kepada sesuatu (perbuatan) yang telah mereka tinggalkan.
3. Saat mereka menyerukan talbiyah (Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaik La Syarikalaka), maka mereka tidak lagi memperkenalkan seruan nafsu dan syaitan setelah mereka memperkenankan seruan Allah dengan talbiyah dan meyakini bahwa tidak ada sekutu bagiNya dalam kerajaanNya.
4. Ketika mereka melihat Ka’bah dengan mata kepala mereka saat bersamaan mereka melihat dengan mata hati mereka Yang menyeru menuju Ka’bah.
5. Saat mereka melakukan tawaf di Baitullah dengan jasad mereka, maka diantaranya adabnya adalah selalu mengingat dengan hati mereka firman Allah SWT, “Dan kamu akan melihat Malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy” (QS. Az-Zumar: 75). Seakan-akan mereka melihat tawaf para malaikat tersebut.
6. Apabila mereka solat di belakang Maqam Ibrahim a.s. merasakan bahwa itu adalah Maqam seorang hamba yang telah menunaikan janjinya kepada Allah SWT, sehingga Allah SWT menyeru ummat terdahulu dan ummat akhir zaman untuk mengikuti jejak kakinya dan menjadikan solat mereka di belakang Maqamnya.
7. Apabila mereka menyentuh dan mencium Hajar Aswad, mereka meyakini sebagai orang-orang yang melakukan bai’at kepada Allah dengan tangan kanan mereka, maka diantara adabnya setelah bai’at itu adalah tidak lagi menjulurkan tangan mereka kepada keinginan hawa nafsu.
8. Jika mereka sampai ke shafa, diantara adabnya adalah tidak lagi mengotori keshafaan (kebeningan) hati mereka setelah itu.
9. Saat mereka berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwa diantara adabnya adalah bergegas lari dari musuh mereka dan menghindar dari mengikuti syaitan dan hawa nafsu mereka.
10. Apabila mereka sampai di Muna (Mina), diantara adabnya adalah mempersiapkan diri untuk liqa’ (berjumpa dengan Allah SWT) mudah-mudahan mereka sampai kepada Muna (harapan) mereka.
11. Jika mereka sampai ke padang ‘Arafat, maka adabnya adalah mengenal akan kebaikan mereka serta mengingati hari pengembalian, pengumpulan dan pembangkitan mereka dari kubur.
12. Ketika wuquf maka adabnya adalah merasakan wuquf (tegak) dihadapan Tuhan mereka. Jadi, apabila telah tegak (dihadapanNya) maka tidak lagi berpaling dariNya.
13. Apabila mereka bergerak bersama imam (pemandu) menuju Muzdalifah, adabnya hendaklah pada hati mereka terdapat ta’zhim dan pengagungan kepada Allah SWT, saat bergerak bersama imam tersebut (seakan-akan) mereka meninggalkan dunia dan akhirat di belakang mereka.
14. Saat mereka memecah batu-batu kecil untuk melontar (jumrah) seakan-akan bersamaan dengan itu pula mereka memecah (memutuskan) keinginan terselubung (batiniah), syahwat dan hawa nafsu mereka.
15. Saat mereka menyebutkan-nyebut (Nama) Allah SWT di Masy’aril Haram pada saat itu adabnya hendaklah yang menyertai mereka berupa penta’zhiman Masyaa’ir Haram dan pengagungan hurmah-hurmahnya.
16. Sewaktu mereka melontar jumrah bersamaan dengan itu mereka melempar dengan penuh adab prihal memperhatikan amal dan menyaksikan perbuatan mereka.
17. Apabila mereka mencukur rambut (tahallul) adabnya adalah mereka mencukur (mengikis) dari hati mereka kecintaan terhadap sanjungan dan pujian bersamaan dengan tahallul tersebut.
18. Saat mereka menyembelih, adab di dalam penyembelihan terlebih dahulu mereka menyembelih nafsu yang ada pada diri mereka.
19. Ketika mereka kembali bertawaf dan bergantungan di Kiswah Ka’bah diantara adabnya adalah mereka tidak bergantung kepada selain Allah SWT dan berlindung kepada makhluk apapun setelah itu.
20. Apabila mereka kembali ke Mina tinggal di sana selama hari-hari tasyrik dan telah diperbolehkannya bagi mereka segala hal-hal yang dilarang sebelumnya, maka adabnya adalah mereka tidak akan memperbolehkan apa yang telah mereka haramkan tehadap diri mereka berupa pembangkangan kepada Tuhan mereka, mengikut Hanzhuh (nafsu) mereka. Tidak pula mereka mengotori apa yang sudah bersih dari hari-hari mereka, tidak bergantung selain kepada luasnya Rahmat Allah setelah menunaikan ibadah haji, dikarenakan mereka tidak dapat meyakini diterimanya haji mereka, lalu mereka memohon pertolongan kepada Allah atas urusan-urusan mereka, beristighasah kepadaNya dengan Asrar (amalan batin) dan ‘Alaniyah (perbuatan zahir) mereka. Sesungguhnya Dia Maha berkuasa untuk menyelamatkan dan menghindarkan mereka dari marabahaya.
Terjemahan dr Karangan Asy-syekh Abu Nasr Abdullah Ali al-Siraj al-Thusi, al-Luma’, hlm. 160-161
* PEMBENTANGAN MAKALAH Di Majelis Ta'lim Ittihadiah di Mesjid NurKhodijah, Medan, pada hari sabtu malam minggu tanggal 10hb Okt 2010
1. Apabila mereka telah sampai miqat mereka membersihkan badan mereka dengan air (mandi untuk berihram) dan menyuci hati mereka dengan taubat.
2. Ketika mereka melepaskan pakaian untuk berihram, menanggalkan dari tubuh mereka, mengurai simpulan-simpulan pakaian (jahitan), lalu mengenakan pakaian, maka demikian juga halnya mereka menanggalkan dari hati mereka sifat iri dan dengki, mengurai simpulan-simpulan hawa nafsu dan kecintaan terhadap dunia serta tidak kembali kepada sesuatu (perbuatan) yang telah mereka tinggalkan.
3. Saat mereka menyerukan talbiyah (Labbaik Allahumma Labbaik, Labbaik La Syarikalaka), maka mereka tidak lagi memperkenalkan seruan nafsu dan syaitan setelah mereka memperkenankan seruan Allah dengan talbiyah dan meyakini bahwa tidak ada sekutu bagiNya dalam kerajaanNya.
4. Ketika mereka melihat Ka’bah dengan mata kepala mereka saat bersamaan mereka melihat dengan mata hati mereka Yang menyeru menuju Ka’bah.
5. Saat mereka melakukan tawaf di Baitullah dengan jasad mereka, maka diantaranya adabnya adalah selalu mengingat dengan hati mereka firman Allah SWT, “Dan kamu akan melihat Malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling ‘Arsy” (QS. Az-Zumar: 75). Seakan-akan mereka melihat tawaf para malaikat tersebut.
6. Apabila mereka solat di belakang Maqam Ibrahim a.s. merasakan bahwa itu adalah Maqam seorang hamba yang telah menunaikan janjinya kepada Allah SWT, sehingga Allah SWT menyeru ummat terdahulu dan ummat akhir zaman untuk mengikuti jejak kakinya dan menjadikan solat mereka di belakang Maqamnya.
7. Apabila mereka menyentuh dan mencium Hajar Aswad, mereka meyakini sebagai orang-orang yang melakukan bai’at kepada Allah dengan tangan kanan mereka, maka diantara adabnya setelah bai’at itu adalah tidak lagi menjulurkan tangan mereka kepada keinginan hawa nafsu.
8. Jika mereka sampai ke shafa, diantara adabnya adalah tidak lagi mengotori keshafaan (kebeningan) hati mereka setelah itu.
9. Saat mereka berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwa diantara adabnya adalah bergegas lari dari musuh mereka dan menghindar dari mengikuti syaitan dan hawa nafsu mereka.
10. Apabila mereka sampai di Muna (Mina), diantara adabnya adalah mempersiapkan diri untuk liqa’ (berjumpa dengan Allah SWT) mudah-mudahan mereka sampai kepada Muna (harapan) mereka.
11. Jika mereka sampai ke padang ‘Arafat, maka adabnya adalah mengenal akan kebaikan mereka serta mengingati hari pengembalian, pengumpulan dan pembangkitan mereka dari kubur.
12. Ketika wuquf maka adabnya adalah merasakan wuquf (tegak) dihadapan Tuhan mereka. Jadi, apabila telah tegak (dihadapanNya) maka tidak lagi berpaling dariNya.
13. Apabila mereka bergerak bersama imam (pemandu) menuju Muzdalifah, adabnya hendaklah pada hati mereka terdapat ta’zhim dan pengagungan kepada Allah SWT, saat bergerak bersama imam tersebut (seakan-akan) mereka meninggalkan dunia dan akhirat di belakang mereka.
14. Saat mereka memecah batu-batu kecil untuk melontar (jumrah) seakan-akan bersamaan dengan itu pula mereka memecah (memutuskan) keinginan terselubung (batiniah), syahwat dan hawa nafsu mereka.
15. Saat mereka menyebutkan-nyebut (Nama) Allah SWT di Masy’aril Haram pada saat itu adabnya hendaklah yang menyertai mereka berupa penta’zhiman Masyaa’ir Haram dan pengagungan hurmah-hurmahnya.
16. Sewaktu mereka melontar jumrah bersamaan dengan itu mereka melempar dengan penuh adab prihal memperhatikan amal dan menyaksikan perbuatan mereka.
17. Apabila mereka mencukur rambut (tahallul) adabnya adalah mereka mencukur (mengikis) dari hati mereka kecintaan terhadap sanjungan dan pujian bersamaan dengan tahallul tersebut.
18. Saat mereka menyembelih, adab di dalam penyembelihan terlebih dahulu mereka menyembelih nafsu yang ada pada diri mereka.
19. Ketika mereka kembali bertawaf dan bergantungan di Kiswah Ka’bah diantara adabnya adalah mereka tidak bergantung kepada selain Allah SWT dan berlindung kepada makhluk apapun setelah itu.
20. Apabila mereka kembali ke Mina tinggal di sana selama hari-hari tasyrik dan telah diperbolehkannya bagi mereka segala hal-hal yang dilarang sebelumnya, maka adabnya adalah mereka tidak akan memperbolehkan apa yang telah mereka haramkan tehadap diri mereka berupa pembangkangan kepada Tuhan mereka, mengikut Hanzhuh (nafsu) mereka. Tidak pula mereka mengotori apa yang sudah bersih dari hari-hari mereka, tidak bergantung selain kepada luasnya Rahmat Allah setelah menunaikan ibadah haji, dikarenakan mereka tidak dapat meyakini diterimanya haji mereka, lalu mereka memohon pertolongan kepada Allah atas urusan-urusan mereka, beristighasah kepadaNya dengan Asrar (amalan batin) dan ‘Alaniyah (perbuatan zahir) mereka. Sesungguhnya Dia Maha berkuasa untuk menyelamatkan dan menghindarkan mereka dari marabahaya.
Terjemahan dr Karangan Asy-syekh Abu Nasr Abdullah Ali al-Siraj al-Thusi, al-Luma’, hlm. 160-161
* PEMBENTANGAN MAKALAH Di Majelis Ta'lim Ittihadiah di Mesjid NurKhodijah, Medan, pada hari sabtu malam minggu tanggal 10hb Okt 2010